Sandal yang Hilang di Serambi Masjid



""

Pagi itu udara pesantren sejuk, ayam berkokok, dan santri baru mulai sibuk nyapu halaman. Saya duduk di serambi masjid menunggu ustaz datang, sambil memandangi sandal-sandal berjejer di depan. Tiba-tiba saya sadar… sandal saya nggak ada. Bukan cuma hilang, bahkan jejaknya pun menghilang seperti mantan yang sudah move on.

Tak lama, ustaz datang sambil senyum. “Kok bengong, Nak?” tanya beliau. Saya jawab lirih, “Sandal saya hilang, Ustaz.” Beliau malah ketawa. “Nak, kalau sandal hilang di masjid, biasanya bukan dicuri, tapi hijrah ke kaki yang salah.”

Saya masih ngelihatin tanah, berharap sandal itu tiba-tiba muncul. Lalu ustaz duduk di sebelah saya. “Kamu tahu nggak, sandal itu mirip rezeki. Kalau rezekimu sudah ditakdirkan buat orang lain, kamu nggak bisa menahannya. Tapi kalau memang untukmu, sekalipun nyasar ke kaki orang, dia akan balik sendiri.”

Sambil ngobrol, tiba-tiba lewat santri senior yang pakai sandal… persis seperti sandal saya! Bedanya cuma: kanan-kiri beda warna. Ustaz langsung nyeletuk, “Nah, itu contoh rezeki campur aduk. Dapat sandal, tapi belum tentu cocok.” Semua yang dengar ketawa.

Akhirnya saya tanya ke santri itu, “Mas, sandal ini mirip punya saya deh…” Dia jawab polos, “Oh iya? Saya pikir sandal saya mengecil karena sering kena air wudu.” Saya bengong, ustaz malah ngakak sambil bilang, “Nah, ini contoh: kalau sesuatu bukan milikmu, dipakai pun rasanya nggak pas.”

Ustaz lalu menjadikan kejadian itu bahan nasihat. “Nak, hidup itu seperti sandal. Pasangan hidup, pekerjaan, teman, bahkan masalah, semua sudah ukurannya masing-masing. Kalau kamu memaksa memakai milik orang, pasti nggak nyaman. Dan kalau kehilangan milikmu, ya sabar… bisa jadi Allah mau ganti yang lebih baik.”

Saya pun sadar, hilangnya sandal bukan musibah besar. Justru itu latihan sabar. Apalagi di pesantren, hilang sandal itu semacam ujian nasional yang wajib dilewati. Bedanya, nggak ada ijazahnya.

Menjelang zuhur, ada santri lain datang sambil bawa sandal saya. “Ini tadi nyasar di depan asrama akhwat,” katanya. Ustaz tersenyum, “Tuh kan, rezeki itu nggak pernah salah alamat. Cuma kadang dia muter-muter dulu biar kamu belajar ikhlas.”

Sejak hari itu, setiap kali sandal saya hilang, saya nggak langsung panik. Saya cuma bilang dalam hati, “Mungkin dia lagi belajar jalan-jalan sebelum balik lagi.” Dan entah kenapa, hati jadi lebih ringan.

Hikmahnya? Kadang yang kita kira musibah, sebenarnya cuma cara Allah mengajarkan kita sabar, ikhlas, dan percaya bahwa semua yang untuk kita, akan kembali — meskipun jalannya muter dulu, kayak sandal nyasar di pesantren.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Sukses Deryansha Azhary: Dari Dunia Musik ke Platform Digital UMKM

Bisnis Jasa Kebersihan di Era AI: Inovasi dan Peluang di Masa Depan

awal sejarah munculnya cleaning service