Gara-gara Kentut di Shaf Depan

 

""

Hari itu suasana pesantren tenang, jamaah subuh sudah berdiri rapi. Saya kebetulan dapat shaf depan, dekat sekali dengan imam. Posisi strategis ini jarang saya dapat, biasanya rebutan sama santri yang rajin. Baru takbir pertama, suasana khusyuk… tiba-tiba, PRAAAAT! — suara kentut menggema bagai sound system rusak.

Saya langsung merem rapat-rapat, pura-pura nggak denger. Tapi yang lain mulai celingak-celinguk. Imam tetap tenang, tapi entah kenapa saya merasa semua tatapan mengarah ke saya. Padahal belum tentu saya pelakunya!

Selesai salat, Ustaz tersenyum sambil berkata, “Nak, kentut itu seperti dosa. Bau dan suaranya kadang nggak kita akui, tapi semua orang tahu ada.” Semua jamaah ketawa, termasuk saya (walau agak pahit).

Ustaz melanjutkan, “Kalau kita berbuat salah, jangan pura-pura nggak tahu. Lebih baik ngaku, lalu perbaiki. Soalnya, dosa yang disembunyikan baunya bisa lebih lama daripada kentut.” Saya nggak tahu ini nasihat atau roasting halus, tapi kena di hati.

Lucunya, setelah itu setiap ada yang kentut di shaf depan, semua otomatis nengok ke saya. Saya jadi legenda hidup: "Kentutman Shaf Satu". Awalnya malu, tapi lama-lama saya jadikan bahan bercanda.

Dari kejadian itu, saya belajar: kalau malu di hadapan manusia cuma sebentar, tapi malu di hadapan Allah itu seumur hidup kalau kita nggak tobat. Dan lucunya, kentut di masjid justru bikin saya lebih rajin wudu ulang dan hati-hati.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Sukses Deryansha Azhary: Dari Dunia Musik ke Platform Digital UMKM

Bisnis Jasa Kebersihan di Era AI: Inovasi dan Peluang di Masa Depan

awal sejarah munculnya cleaning service